Postingan

Menampilkan postingan dengan label poem

Cerpen: DUA SAHABAT

Rama dan Soleh sudah berkawan sejak kecil. Mereka saling melengkapi dan berbagi segalanya sebab dunia mereka jauh berbeda. Rama adalah anak dari sepasang konglomerat yang begelimangan harta, sementara Soleh hidup dalam kesederhanaan. Rama bisa menikmati indahnya dunia, sementara Soleh hidup dalam kegelapan sebab ia tuna netra sejak lahir.  Mulanya, Ibu Soleh bekerja di rumah Rama sebagai asisten rumah tangga. Rama yang sehari-harinya hidup sendiri sebab orang tuanya sibuk bekerja menjadi gembira mendapatkan seorang teman. Ketika orang tua Rama belum pulang hingga larut malam, ia ikut bersama Soleh dan ibunya hingga orang tuanya datang menjemput.  Dari situ, Rama merasakan kehidupan yang berbeda. Bukan karena rumah dan makanan yang sederhana, tetapi keluarga Soleh yang amat harmonis. Rama merasa sangat hangat dan tenteram di rumah Soleh. Ia sangat berharap mendapatkan keluarga yang seperti itu, orang tua yang selalu ada saat dibutuhkan dan waktu yang selalu dihabiskan bersama-sama.  Ram

HARI INI TAK AKAN SAMA DENGAN HARI KEMARIN

Hari ini tak akan sama dengan hari kemarin, kemarin mendung, barangkali hari ini langit biru dan tak selamanya matahari terus bersembunyi melupakanmu yang tertatih meniti langkah kecil juga merapal doa-doa untuk esok yang mungkin lebih cerah dari hari ini Tiap jalan yang kita lalui, suatu saat tegulung merangkak ke langit, lalu sebuah kisah jadi abadi dalam hidup singkat yang kita belum sempat melihatnya lebih lama sebab harapan bisa jadi adalah warisan yang terus terpatri dalam liukan aksara Sementara kita terus berkisah agar kelak ditemukan rimbun pelajaran bagi masa depan yang menghendaki indah sesuatu  sebab harapan selalu tercipta dari sumur air mata yang penuh rintih kenangan, pilu jua kita semai,  bahagia kita tuai Kamar, 21 Mei 2022

Puisi: SETELAH MASA SULIT YANG KITA LEWATI

Gambar
Image by Canva Akankah setelah ini rona rembulan masih sama? Menghiasi wajah-wajah sang kekasih yang rindu kedamaian malam Akankah mentari masih sama hangatnya, setelah serdadu awan kelam menutupi keparipurnaan sinarnya? Akankah angin mampu menyibak kesedihan, yang berlapis-lapis dengan kesejukan belai kasihnya?   Sungguh, aku yakin, setelah penderitaan ada kebahagiaan Biarlah semua itu berlalu dalam tabir kelam Dan hikmah yang terselip di dalamnya itu kita bawa sebagai pelajaran Walaupun kita tahu, derita akan senantiasa menari-nari di pundak kita Karena hanya dengan deritalah kita dapat kembali mengingat keagungan cinta-Nya, serta dekat dengan yang namanya rasa sabar dan ikhlas   Tanggamus, 18 Mei 2020 Enable Ginger Cannot connect to Ginger Check your internet connection or reload the browser Disable in this text field Edit Edit in Ginger Edit in Ginger × Enable Ginger Cannot connect to Ginger Check your internet connection or reload the browser Disa

SAJAK GUBAHAN SANG PERINDU

Gambar
 Puisi oleh Firman Image by Canva Untuk saat ini, keahlian yang kumiliki hanya menangis, merintih, dan meminta belas kasihan kepada bintang-bintang yang gemerlap, kepada burung-burung yang bisu, dan juga kepada bulan yang sinarnya tak menghangatkan untuk menyampaikan salam yang tak mampu aku ucapkan Seperti titik dan koma yang tak berakhir, rindu ini pun begitu Sesepi apapun tetaplah ramai, yaitu detak jantung yang merindu akan kehadirannya Senyumnya yang paling setia menyapa Membangunkan eunoia yang tertimbun lama Senyum ini selalu dipaksakan untuk manis Memang menyakitkan, tetapi selama raga ini masih bisa mengukir jejak di atas tanah, aku akan tetap berusaha menjaga perasaan ini untuknya agar tetap sama pada saat bertemu Seperti ombak yang tak jemu memecah kesunyian pantai, seperti burung-burung yang tetap bersenandung di tengah malam, seperti mentari yang tak pernah lelah menebarkan kesetiaan pada bumi, dan seperti tanah yang ta