Postingan

Menampilkan postingan dengan label Fiksi mini

Cerpen: DUA SAHABAT

Rama dan Soleh sudah berkawan sejak kecil. Mereka saling melengkapi dan berbagi segalanya sebab dunia mereka jauh berbeda. Rama adalah anak dari sepasang konglomerat yang begelimangan harta, sementara Soleh hidup dalam kesederhanaan. Rama bisa menikmati indahnya dunia, sementara Soleh hidup dalam kegelapan sebab ia tuna netra sejak lahir.  Mulanya, Ibu Soleh bekerja di rumah Rama sebagai asisten rumah tangga. Rama yang sehari-harinya hidup sendiri sebab orang tuanya sibuk bekerja menjadi gembira mendapatkan seorang teman. Ketika orang tua Rama belum pulang hingga larut malam, ia ikut bersama Soleh dan ibunya hingga orang tuanya datang menjemput.  Dari situ, Rama merasakan kehidupan yang berbeda. Bukan karena rumah dan makanan yang sederhana, tetapi keluarga Soleh yang amat harmonis. Rama merasa sangat hangat dan tenteram di rumah Soleh. Ia sangat berharap mendapatkan keluarga yang seperti itu, orang tua yang selalu ada saat dibutuhkan dan waktu yang selalu dihabiskan bersama-sama.  Ram

Cerpen: KOPLO

"Goyang lagi ahhh!!" Jamilah berteriak di atas panggung, mencoba untuk mencuri perhatian penonton di bawahnya.  "Goyang lagiii!" Penonton seketika menyahut serempak seolah-olah tak tahan lagi untuk segera mendengar suara merdu dari bibir Jamilah yang tipis dan merah seksi. Atau barangkali mereka juga ingin melihat pinggul Jamilah yang patah-patah saat bergoyang. Pantatnya yang kenyal berlenggak-lenggok segera menciptakan kepuasan tersendiri. Juga buah dadanya yang ranum seakan hendak jatuh dari atas panggung.  Saat kendang ditabuh, kaki kanan Jamilah yang putih dan jenjang diangkat ke atas sound system di sisi panggung. Ia memainkan sepatunya yang tinggi. Lalu, seruling pun mengalun merdu. "Tangan di atas semua yokkk!" Seketika itu para penonton langsung riuh dan serempak mengangkat tangan dengan satu irama umpama telah terhipnotis oleh liukan badan Jamilah yang bergoyang ke kanan dan ke kiri. Di bawah panggung, para penonton goyang tak beraturan. Ada yang

Cerpen: ADA CINTA DI GEDUNG TEATER

Sekolah kami memiliki gedung aula yang besar. Di dalamnya, ada panggung yang biasa digunakan untuk mempertontonkan berbagai macam pertunjukan karya seni. Tari, teater, musik, dan acara-acara besar seperti perayaan perpisahan.  Lampu-lampu kecil menghiasi di setiap sudut. Background dicat dengan warna putih yang mendominasi. Aula itu tertutup yang membuat suara-suara memantul-mantul. Pita warna-warni menggantung di atas daun jendela.  Aku ingat betul pertunjukan teater tokoh pasangan wayang yang melegenda, Rama dan Sinta. Pameran karya setiap setahun sekali yang wajib diadakan sebagai bukti kepada para orang tua bahwa siswa-siswi didikan kami mempunyai prestasi.  Sebelumnya, sebagai guru seni, aku memilih para pemain yang akan melakonkan masing-masing peran. Mereka sangat antusias menyambut pertunjukan teater agung itu. Ada satu siswa yang sangat jenaka, jahil, pula terkenal nakal. Mengingatnya, aku tertawa juga bangga sebab totalitas aktingnya membuat pertunjukan teater itu memesona. &

HARI INI TAK AKAN SAMA DENGAN HARI KEMARIN

Hari ini tak akan sama dengan hari kemarin, kemarin mendung, barangkali hari ini langit biru dan tak selamanya matahari terus bersembunyi melupakanmu yang tertatih meniti langkah kecil juga merapal doa-doa untuk esok yang mungkin lebih cerah dari hari ini Tiap jalan yang kita lalui, suatu saat tegulung merangkak ke langit, lalu sebuah kisah jadi abadi dalam hidup singkat yang kita belum sempat melihatnya lebih lama sebab harapan bisa jadi adalah warisan yang terus terpatri dalam liukan aksara Sementara kita terus berkisah agar kelak ditemukan rimbun pelajaran bagi masa depan yang menghendaki indah sesuatu  sebab harapan selalu tercipta dari sumur air mata yang penuh rintih kenangan, pilu jua kita semai,  bahagia kita tuai Kamar, 21 Mei 2022

Cerita Mini: PENGHUJUNG MALAM PERTUNANGAN

Gambar
Image by Canva Hawa dingin menusuk, membekukan tanah gersang yang merindukan kedamaian malam. Separuh belahan bumi telah ditutupi oleh gelap sempurna, menandakan bahwa segala kesibukan yang membuat jiwa larut dalam kesesatan harus disudahi. Kini, saatnya malam unjuk diri untuk memperlihatkan segala rahasia dan teka-tekinya. Di sela remang cahaya bulan, terlihat dua orang dengan langkah waspada menapak jalan tanah berbatu. Sesekali mata nyalang mereka melirik ke kanan dan kiri, menatap, dan mengawasi siapa pun yang mungkin akan menghentikan langkah mereka. Tanpa rasa takut yang tersirat, mereka terus melangkah menuju tempat yang tidak mungkin dijamah pada malam hari. Di pagi atau siang hari pun tempat itu hanya dijamah pada waktu-waktu tertentu saja. Tempat itu sungguh dingin dan sepi. Dua bayang tubuh gagah dan gemulai sirna ditelan malam yang makin eksotis. Seketika, derap langkah berdebam berhenti di depan pintu gerbang tanah permakaman. Gerbang besi hitam berkarat berhias reli