TERJEBAK!






Nyanyian burung malam membuatku terjaga. Ditambah riuh gemerisik serangga yang seolah turut menghantui tidurku. Mata sayup-sayup menilik jam di atas nakas, pukul 03.15.

Usai Ramadan, bingung jika terbangun pada jam ini, mau apa? "Solat malam, dong, atau makan sahur buat puasa sawal," gumamku menatap langit-langit yang dipenuhi jaring lengket laba-laba. Namun, ini sangat mengerikan. Maksudku, aku tak berani bangun sendirian di dapur dan mengambil air wudhu di kamar mandi yang tak beratap. Dari kamar mandi, kehidupan malam tampak begitu mengerikan, di mana siluet yang dihasilkan sinar rembulan menciptakan lukisan dunia lain.

Aku beranjak menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu, meninggalkan selimut yang berserak akibat posisi tidur yang tidak jelas. Layaknya orang yang mempunyai alter ego, aku coba keluarkan sisi beraniku walau agak sulit.

Tangan meraba tembok mencari saklar pemantik aliran elektrik. Lampu menyala terang. Aku duduk sebentar menenangkan kepala yang masih sempoyongan, meraih gelas, dan meneguk isinya. Ah, nikmat. Raga berselimut gundah gulana menjadi lebih tenang.

Aku lirik pintu kamar mandi yang masih terkunci rapat. Aku dekati pintu itu, aku lepas dua titik besi pengait di atas dan bawah, aku buka perlahan. "Ssssshhhhh," udara dingin menusuk membuat bibir gemetar dan serdadu gigi gemerutuk. "Bismillah," doaku berharap semua baik-baik saja. Ya, tidak ada apa-apa, semuanya normal. Lantas aku langkahkan kaki kiri, lalu kaki kanan, dan segera menyalakan keran.

Pasta gigi beserta sikatnya sudah di tangan. Huh! Dengan cekat dan kecepatan waspada, aku menggosok ruas-ruas gigi. Terlalu menikmati, mata dengan sendirinya terpejam, menandai bagian mana yang belum disikat. Setelah mulut padat sesak dengan busa dan sudah tiada bagian yang terlewat, aku membuka mata, meraih air dari keran.

Namun, tiba-tiba! Deg! Astagfirullah! AidzubiAAAAh! Apa itu?! Sesosok makhluk bermuka datar, pucat pasi menatapku penuh dendam. Matanya berlubang seolah-olah mampu menarikku ke dalam dunianya. Dia berdiri tepat di depan mukaku. Takbir, tahlil, dan tahmid tak luput aku ucap untuk mengusir kehadirannya.

Mata refleks tertutup kembali. Aku segera bergerak dengan cepat, membersihkan sisa noda, dan mengambil air wudhu dengan kecepatan super sonic. Tanganku mulai gemetar—takut. Aku raih handuk yang menggantung di atas tambang merah dengan mata yang masih tertutup. Hati sedikit tenang. Tapi, tunggu! Ada seseorang yang berbisik di telingaku. Dingin berhembus mengusik daun telinga. Seketika bulu roma di sekitar tengkuk leher tegang. Sesuatu meraba pundakku. Tidak!

Rasanya ingin menjerit, tetapi aku tak ingin membuat gaduh malam eksotis ini. Aku segera keluar dan mengunci rapat-rapat pintu kamar mandi. Huh, aku lega bisa kembali melihat lampu terang. Yes! Aku berhasil mengalahkan rasa takutku. Hampir saja aku terjebak oleh imajinasiku sendiri. Ha-ha-ha.

Mei 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi: RINDU MENGAJARKANKU

Cerpen: BINTANG

Sepanjang Pesisir Tanggamus (1), Sepanjang Pesisir Tanggamus (2)