Gore: GULAI KOKI PSYCHO

"Nak, rambutmu berantakan sekali," tutur seorang wanita setengah tua kepada anaknya. Rambut hitam anaknya dibelai dengan penuh kasih sayang.
"Ibu, rapikan, ya?" Tangannya meraih karet jepang lalu lanjut mengepang rambut anaknya.

"Rambutmu terlalu panjang. Kau masih belum bisa merawatnya dengan benar. Lihatlah! Cat rambut merah ini belum kau basuh," racaunya. Tangannya masih sibuk mengaitkan karet-karet itu di sela-sela rambut berkilau anaknya.
"Ibu potong sedikit, ya?" Tanpa persetujuan dari anaknya, ia langsung meraih gunting baja putih yang mengkilat terang. Ia potong rambut anaknya itu inci demi inci hingga sedap dipandang.
"Sudahlah, Nak, tak usah ditangisi," ucapnya sambil mengusap air mata yang menetes dari kelopak mata eksotis anaknya. Mata itu benjol, lebam, dan merah. Entah berapa liter air mata yang telah tumpah, tak tahu. Mata itu menyiratkan kesedihan yang teramat mendalam.
"Rambut ini telah menghalangi dirimu, juga telah menghalangi Ibu. Tenang saja, penderitaan ini akan segera berakhir, Nak," ucapnya diakhiri dengan potongan rambut yang terakhir.
"Nah, selesai!" Perasaan bangga membuncah.
"Kau terlihat sangat cantik sekarang," sambungnya.
"Siap, ya?" tanyanya dengan senyum semanis aspartam.
"1... 2... 3..., Plung!!!" Wanita tua itu memasukkan kepala anaknya—yang kini plontos atau gundul atau botak—ke dalam kuali besar berbahan kuningan dari Pulau Jawa.
"Beres! Tinggal nunggu masak!" Menepuk tangan yang kotor.
End 😶

Tanggamus, Mei 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi: RINDU MENGAJARKANKU

Cerpen: BINTANG

Sepanjang Pesisir Tanggamus (1), Sepanjang Pesisir Tanggamus (2)