Creepypasta: BERUBAH!

Sinar mentari tergelincir menembus celah jendela bertralis besi bunga-bunga mawar. Ugh! Sangat menyilaukan. Mataku masih berat untuk dibuka. Badan terasa sakit-sakit bagai dipukul warga sekampung. Tidak biasanya tubuhku seperti ini. Seingatku, aku selalu tidur tepat waktu.
Aku termangu sesaat, lalu lanjut membersihkan kotoran yang menepi di pojok bola mata. Disaat sedang asyik membelai mata, tiba-tiba suara adzan asar Mang Sanusi melantun merdu. Ah, waktunya untuk masak menu berbuka.
Kolak selalu menjadi menu andalan bulan puasa. Aku segera meraih satu sisir pisang lilin, lalu mencincangnya menjadi ukuran kecil minimalis. Deg! Tiba-tiba kepalaku pusing. Mata berkunang-kunang, badan sempoyongan, dan pandangan kabur.
"Awww!!!" teriakku refleks.
Pisau bermata tajam menyayat telunjuk kiriku. Segera aku raih kain sekenanya untuk menghentikan darah yang terus mengalir.
Namun, tunggu! Kenapa darahku berwarna hijau menyala. Apakah ini benar-benar darah yang keluar dari tanganku? Hijau dan menyala! Tidak! Ini tidak mungkin!
Tanpa pikir panjang, aku segera berlari menyeruak pintu menuju ke klinik terdekat. Aku tutupi luka itu dengan kain agar tidak ada yang tahu. Aghrrr! Sekujur badanku terasa gatal.
***
"Dok, jadi bagaimana?" tanyaku pada dokter Rahman
"...," Ia diam tanpa kata. Tangan putih, bersih, dan sehalus tepung dengan cekatan membolak-balik buku Ensiklopedia Animalia.
"Hmmm, darah hijau ya," gumamnya sambil menggaruk kepala plontos yang tidak gatal. Ia kebingungan.
"Nah! Ketemu!" Dokter Rahman menunjuk dengan mata terbelalak lebar.
"Darah hijau hanya dimiliki oleh hewan keluarga Centipedes. Berbuku, berbadan besar, berkaki banyak, dan hanya bisa ditemukan di pedalaman hutan Kalimantan."
Kalimantan? Jauh sekali, batinku.
"Dok, apakah darah hijau ini ada hubungannya dengan ini?" Aku membuka baju.
"Brukk!!!" Dokter Rahman tergeletak di lantai—pingsan setelah aku tunjukkan kaki-kaki kecil yang tumbuh di samping tulang rusukku.
Ah, sepertinya aku harus segera pulang ke tempat asalku.

Tanggamus, Mei 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi: RINDU MENGAJARKANKU

Cerpen: BINTANG

Sepanjang Pesisir Tanggamus (1), Sepanjang Pesisir Tanggamus (2)